Izinkan Cinta Ini Ku Bawa Mati

Malam All semoga kalian sedang berbahagia semuanya...
kali ini saya memposting sebuah cerpen tentang cinta yang ending nya sad....
jujur sebenarnya dibalik kisah ini ada makna tersirat yg tersimpan yg berhubungan dengan keadaan ku saat ini... dan yg mengetahuinya hanya all family and someone yg saat ini entah dimana. Saya harap dia membaca nya dan mengerti alasan sebenarnya aku memposting cerita ini..yasudah cukup ceritanya.   Happy Reading ^_^

Izinkan Cinta Ini Ku Bawa Mati


** Killa; Minggu, 6 Februari 2011
Aku makin ngeri tiap menatap cermin, ya sejak berapa hari cermin itu menjadi musuh terbesarku.  Aneh memang, biasanya anak perempuan seusiaku akan sangat suka bersolek, bercermin ataupun menyisir rambutnya. Dulu aku juga suka bersolek, sebelum kanker di otakku ini mulai menggrogotiku.
Tiap bercermin aku selalu ngeri sendiri melihat tubuhku yang makin menciut hanya bagian kepala yang tampak sangat jelas. Rambutku, bahkan menyentuhnya pun aku tak berani, itu sama saja membotakki kepalaku sendiri. Entah dosa apa aku pada Tuhan hingga diberi cobaan sebegini perihnya. Tapi tak sekalipun ada niat ingin mati cepat-cepat dalam pikiranku aku hanya ingin terus menikmati sisa-sisa waktu yang bahkan aku tak tau tinggal berapa hari lagi, mungkin hitungan jam, atau menit.
Tiap hati ini merasa sendirian aku akan meraih sebuah kodok-kodokan dari kertas yang sudah lusuh karena terlalu sering aku mainkan. Kodok-kodokan yang tak bisa bicara itulah sahabatku satu-satunya. Ini ku dapat sekitar dua tahun silam. Saat itu aku masih belum sadar dan tak pernah sedikit pun terbayang akan ada hari ini. Beberapa kali Ibu dan dokter bilang lebih baik aku melakukan operasi dengan resiko kehilangan semua memoriku. Aku menolak, terlalu banyak kenangan yang dititipkan padaku dalam otakku ini. Tapi seolah Takdir tidak mengerti, dan waktu makin jahat karena terus menghimpitku dengan kata, kematian.
###
**Killa; Rabu, 6 Mei 2009
Aku paling suka belama-lama di perpustakaan. Buku, mereka lah yang kuanggap sahabat paling setia, yang tidak mungkin berkhianat, tidak egois, dan mungkin tidak akan membuat sakit hati.
Siang itu bel istirahat baru berbunyi sepuluh menit, setelah menghabiskan roti isi yang kubawa dari rumah aku langsung memilih duduk di bangku pojok kiri belakang dekat jendela yang mengarah ke lapangan sepak bola sekolah. Dari lantai dua perpustakaan ini lapangan terlihat jelas, anginnya pun sangat enak.
Ehem… boleh duduk di sini?” aku menoleh sejenak saat mendengar suara anak laki-laki bersamaan dengan suara kursi kayu yang tergeser.
Aku hanya mengangguk dan kembali menekuni buku bersampul ungu di depanku. Tak berapa menit kemudian aku kembali menoleh pelan seorang gadis berseragam sama sepertiku menghampiri mejaku. Tanpa basa-basi dia duduk di samping laki-laki yang barusan menyapaku itu.
Alvin, jadi kapan kamu ke rumah aku, bantuin tugas bahasa inggrisku?” suara gadis itu terdengar manja dan dibuat-buat, dan entah mengapa aku langsung tidak suka dengan gayanya.
Aku mau beranjak tapi aku gak rela harus pindah tempat, ini tempat kesukaanku, sudah sejak aku mulai kelas dua belas aku selalu duduk di sini jika selesai makan bekal dan menunggu bel selesai istirahat. Ah… ada-ada saja pengganggu. Aku kesal dalam hati.
Iya, hari sabtu gue ke rumah lo kok. Rumah lo tinggal lompat aja kan dari rumah gue. Gitu aja repot,” si cowok tampak santai sambil membolak-balik bukunya. Aku sempat melirik dua detik barusan ke arah mereka bergantian.
Hallahh… janji janji melulu tapi gak pernah ada yang bener.”
Ya, sekalinya gue mampir lo pergi sama pacar lo kan? Pacar yang lebih pantas jadi Om lo itu. Siapa namanya?”
Alvin! Kamu mulai lagi deh.”
Astaga kenapa harus ada adegan sinetron remaja di perpustakaan sih, aku menaikkan bibirku gemas, tapi sayang mereka berdua masih belum sadar juga sudah mengganggu ketenangan orang lain. Aku menutup bukuku keras-keras tanpa pamit aku pun meninggalkan meja keramatku yang sudah tidak setenang kemarin-kemarin.
###
**Killa; Rabu, 20 Mei 2009
Hari ke tiga, ke empat, ke lima, setelah hari itu gadis dan cowok yang namanya Alvin itu mampir lagi ke meja tempatku menghabiskan waktu sisa istirahat yang tidak lagi setenang saat belum ada mereka di perpustakaan, setidaknya saat mereka belum menghuni meja pojok kiri dekat jendela ini juga. Kadang curiga mungkin mereka sepasang kekasih, tapi tak jarang Alvin membahas tentang kekasih si cewek yang akhirnya mereka akan ribut kecil dan makin berisik.
Hm… tapi rasanya hari ini agak berbeda. Si cewek itu datang sendirian ke perpustakaan tanpa Alvin. Semoga pertanda baik, tidak ada yang berisik hari ini.
Tapi dua menit kemudian, Alvin datang sambil menenteng buku tebal mirip kamus dan sudah duduk di sampingku, di seberang cewek itu. Tapi ada yang agak berbeda, mereka tidak bicara banyak hari ini.
Hai, kita udah sering satu meja bareng tapi gue belum tau nama lo siapa?” Alvin mencolek punggung tanganku, “Alvin, lo?” katanya sambil mengulurkan tangan.
Eh… ng… iya gue… Killa,” aku sedikit gugup. Entah berapa detik saat tanganku bersalaman dengannya aku merasa tanganku agak dingin dan berkeringat, degup jantung pun rasanya tak biasanya begini. Apa karena sudah lama tidak ada yang mengajakku berjabat tangan, berkenalan, dan tersenyum padaku.
###
**Killa; Kamis, 4 Juni 2009
Hei Killa, belakangan jarang kelihatan di perpustakaan.” Aku yang sedang duduk-duduk di taman belakang sekolah sambil menikmati sisa bekal makananku sedikit terkejut saat tahu ada tangan hangat menyentuh pundakku.
Alvin?”
Tanpa meminta izinku terlebih dahulu Alvin sudah duduk di sampingku menopang dua tangannya kebelakang kepala.
Aku sempat meliriknya diam-diam, hm… sudah sebulan kalau tidak salah ingat sejak pertama kali Alvin mulai menyapaku.
Liat deh, arak-arakan awannya mirip kodok,” dia menengadah ke atas sambil menunjuk segumpal awan yang tepat berarak di atas kami.
Aku ikutan menengadah, “iya, kayak kodok. Eh, yang itu kayak kelinci.” Aku menunjuk ke ujung sebelah kiri awan berbentuk kodok di langit sana. Langit memang sangat cerah saat itu.
Mh, ada kertas nih.” Alvin memungut kertas putih lusuh dari bawah kakinya.
Buat apa?”
Buat kenang-kenangan.” Alvin membersihkan kotoran yang sedikit menempel di kertasnya. Tangannya mulai aktif melipat-lipat kertas kumal itu. Aku meliriknya diam-diam.
Hm… mana cewek lo, Al?” setelah beberapa menit sepi kalimat yang keluar malah bukan kalimat yang seharusnya. Ah… kadang mulut ini tidak mau kompromi dulu sebelum bicara.
Cewek?”
Hm… sori, maksud gue…”
Aya? Dia bukan cewek gue.” Alvin masih belum memindahkan matanya pada lipat-lipatan kertasnya.
Namanya Aya, sejenak ku putar otak, apa juga urusanku ingin tau tentang cewek itu.
Dia cewek yang udah lama gue sukain. Tapi… dia gak pernah anggep gue lebih dari pada boneka tali yang bisa dimainkan sesuka hatinya. Waktu dia ada masalah sama pacarnya dia bakal lari nyari-nyari gue, waktu cowoknya bikin dia nangis dia bakal curhat berjam-jam sama gue, dan begonya lagi gue selalu aja nurut dan nurut. Astaga… kenapa juga gue harus cerita sama lo ya Ki?” Alvin tersenyum sekilas, tawanya terdengar hambar.
Oh ya, cowok di sampingku lagi patah hati rupanya.
Ki, liat ke langit deh, kodok yang tadi udah gak ada kan?”
Aku menengadah, “maksudnya?” aku mengernyitkan alis bingung, “mungkin awannya udah berarak dan berubah bentuk lagi.”
Alvin menggeleng pelan, “buat kenang-kenangan nih, aku ambilin kodok dari awan tadi buat kamu.”
Deg! Jantung yang tadi berdetak baik-baik saja mendadak terasa cepat, entah apa ini yang aku rasa aku ingin tersenyum paling manis saat itu, “makasih ya, tapi kenapa mesti ngasih kenang-kenangan? Kayak mau pergi jauh aja, besok juga masih ketemu di sekolah,” aku tersenyum kecil sambil memainkan kodok kertas itu, melompat-lompatkannya di rimbunan rumput.
Ini minggu terakhir gue di sini Ki, besok gue akan ikut bokap ke Jogja dan mungkin gue bakal kuliah juga di sana.”
Tapi Al, sebentar lagi kan ujian. Apa gak nanggung, tunggu sampai pelulusan aja?” Ya Tuhan ada sebagian hati yang gak aku tahu letak pastinya gak rela harus puas dengan sebulan waktu kenal Alvin.
Ki, bokap gue selalu pindah-pindah tugas. Apa boleh buat. Mungkin ini juga cara Tuhan buat gue ngilangin perasaan gue ke Aya.”
Aku menunduk saat mengetahui nama yang dia sebut. Ah, aku punya hak apa untuk merasa tidak rela dia pergi jauh.
Hm… gue janji gue pasti balik ke Jakarta lagi suatu hari nanti, kita pasti ketemu lagi Ki. Walau cuma sebentar gak tau kenapa gue ngerasa seneng bisa kenal sama lo. Hm… waktu kita ketemu lagi nanti gue bawain oleh-oleh.” Alvin mengelus lembut poni rambutku.
Kapan Al? kapan balik ke Jakarta lagi?” aku menahan agak mata ini tidak berkaca-kaca.
Mungkin dua tahun lagi.”
###
>>Alvin; Jumat, 6 Mei 2011
Akhirnya hari ini tiba, hari aku kembali ke Jakarta. Ada seseorang yang paling ingin aku temui, dua tahun lebih sudah aku tidak lagi melihatnya. Killa, apa kabar dia sekarang? Sehari pun aku tak pernah lupa dengannya. Dia orang yang bisa membuatku berhenti mencintai cinta yang salah, Aya. Sayangnya saat pergi meninggalkannya dulu aku tak sempat memintanya menungguku, ah… semoga saja dia masih ingat padaku.
Gerbang sekolah SMA Cinta Bunda masih belum berubah warna dan bentuk sejak dua tahun lalu. Aku berjalan menyusuri lorong perpustakaan, pertama kalinya aku kenal dengan Killa, taman belakang sekolah sudah banyak berubah tapi bangku kayu yang sering aku dudukki dengan Killa masih sama seperti dua tahun lalu.
Setelah susah payah membujuk bagian tata usaha akhirnya dapat juga alamat rumahnya Killa, yup! Killa pasti terkejut lihat aku bisa sampai ke rumahnya.
###
>>Alvin; Sabtu, 7 Mei 2011
Besok paginya aku mengunjungi alamat rumah yang ku dapat kemarin. Sudah hampir lima menit aku duduk di bangku rotan teras rumah bercat cream ini. Tapi Killa masih belum muncul juga, tadi sempat seorang pembantu setengah baya dengan kebaya kuning membukakan pintu dan menyuruhku menunggu. Ah, tapi lama sekali…
Maaf, Nak Alvin?” seorang Ibu dengan kerudung biru dan baju gamis warna senada keluar dari dalam rumah. Wajahnya yang tersenyum padaku, mengingatkanku pada Killa.
Saya Andini, Ibunya Killa.” Dia duduk di bangku sampingku.
Saya Alvin,” aku menjabat tangannya.
Ya, Killa banyak cerita tentang kamu, dan dia titip ini buat kamu. Sebelum… ah, kamu lihat saja isinya dulu,” tak kentara aku melihat mata Ibu Andini berkaca-kaca.
Aku meraih kotak sepatu berlapis kertas merah muda dan pita yang diletakkan di meja oleh Ibu Andini. Ada sebuah kertas terlipat rapih di dalam kotak, aku mengambilnya dan membuka lipatannya.
Hei Al,
Aku gak tau saat kamu baca surat ini apa kita masih bisa ketemu lagi. Gak terasa  dua bulan lagi genap dua tahun sejak kamu pamit sama aku. Saat aku tulis surat ini perasaan itu pun gak berubah secuilpun. Aku berharap kita masih bisa bertemu lagi, tapi tak apa lah kalau akhirnya waktu punya cerita lain. Aku senang sempat kenal sama kamu. Kamu tau Al, kenapa aku gak mau operasi otak? Karena itu artinya aku harus rela melupakan semua kenang-kenangan yang pernah ada bersama kamu. Aku gak mau kalaupun nanti bisa bertemu, aku justru gak bisa inget apa-apa lagi tentang kita, aku milih buat simpan kenang-kenangan ini sebisaku. Al, aku pun mau kamu tetep simpan kenang-kenangan kita walau akhirnya kita gak bisa ketemu lagi. Waktu tetap paksa aku buat pergi, tolong izinkan cinta ini ku bawa mati… Maaf Al, aku gak bisa nunggu kamu lebih dari ini.
Sehari pun aku gak pernah bisa berhenti mikirin kamu, aku selalu berdoa kamu baik-baik aja dan gak akan lupa sama aku.
6 Februari 2011,
A lot of love,
Killa  J
Tak terasa segulir air mata menetes begitu saja.
Enam bulan belakangan Killa mengidam kangker otak. Keadaannya makin memperhatinkan. Sebelum dia pergi, dia menitipkan kotak itu pada Ibu. Dia bilang Alvin pasti datang untuk mencarinya tahun ini.”
Pikiranku galau antara menyesal, kecewa dan sedih campur aduk.
Ada sebuah kotak kecil lagi di dalam kotak itu aku mengambilnya dan membukanya ternyata kodok-kodokan dua tahun lalu masih rapih dia simpan. Aku cuma bisa tersenyum kecil mengingat masa-masa dua tahun lalu. Setidaknya perasaan ini terbalas, walau akhirnya harus dibawa mati.  Aku akan tetap simpan kenang-kenangan kita, karena kenangan takkan mati…
###
>> Alvin; Minggu, 8 Mei 2011
Aku duduk termangu di samping tempat peristirahatan terakhir Killa. Awan yang berarak siang ini seolah memunculkan siluet wajahnya yang sama dengan dua tahun lalu, Killa. Aku tersenyum berusaha mengikhlaskannya. Mungkin ini pilihan Tuhan yang terbaik untuknya, dia pasti sudah bahagia dan tenang di tempat abadinya.
Aku meletakkan buket bunga mawar putih di makamnya, sambil berbisik di batu nisannya,  berharap angin mau sampaikan salamku untuknya.
Aku mencintaimu, Ki… aku akan menjaga kenang-kenangan kita sebaik kamu menjaganya, selamanya…”
Sejenak terasa angin yang lewat membisikkan suara Killa di telingaku barusan, aku juga mencintaimu Al…. Selalu…
Ya aku tahu, kita pasti sedang melihat arak-arakan awan yang sama saat ini, Killa…

The End


Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer